Kebolehan Redaksi Shalawat Para Sahabat Nabi dan Para Ulama
Selasa, 24 September 2013
5
komentar
Dalam amaliah sehari-hari mayoritas kaum Muslimin, yang sangat mencintai
dan menghormati Nabi Muhammad SAW dengan penuh ta’zhim, telah dikenal
sekian banyak redaksi shalawat kepada Nabi SAW, seperti Shalawat
Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, Shalawat Thibbul Qulub dan
lain-lain. Kebanyakan redaksi shalawat-shalawat tersebut tidak disusun
oleh Nabi sendiri, tapi disusun oleh para ulama dan auliya terkemuka
yang tidak diragukan dalam keilmuan dan ketakwaannya.
Pertanyaan yang sering diajukan oleh kaum Wahhabi seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani, Mahrus Ali, dan lain-lain adalah: Bolehkah mengamalkan shalawat yang tidak disusun oleh Nabi SAW, bahkan tidak dikenal pada masa beliau?. Bahkan terakhir, tayangan Khazanah Trans 7 pada hari Jum’at 12 April 2013 menayangkan hal tersebut dengan membid’ahkan amaliah sholawat yang dikarang oleh ulama.
Sedangkan mengenai bentuk redaksinya, shalawat itu ada dua macam, yaitu
Shalawat Ma’tsur dan Shalawat Ghoiru Ma’tsur. Shalawat Ma’tsur adalah
shalawat yang dibuat oleh Rasululloh SAW sendirir, baik kalimat, cara
membaca, waktu maupun fadhilahnya.
Adapun Shalawat yang masuk kategori Ghoiru Ma’tsur, adalah seperti
shalawat yang disusun oleh Imam Al Ghazali, shalawat Quthbul Aqthab yang
disusun oleh Sayid Abdullah bin Alawi Al-Hadad, Shalawat Nariyah,
Shalawat Munjiyat, Shalawat Mukhathab dan lain – lain.
Mayoritas kaum “muslimin, berpandangan bahwa mengamalkan
shalawat-shalawat yang disusun oleh para ulama dan auliya seperti
Shalawat Munjiyat, Shalawat Nariyah, Shalawat al-Fatih, Shalawat Thibbul
Qulub dan lain-lain adalah dibolehkan dan disunnahkan sesuai dengan
paradigma umum yang mengakui adanya bid’ah hasanah dalam agama. Terdapat
sekian banyak dalil -selain dalil-dalil bid’ah hasanah sebelumnya- yang
menjadi dasar kebolehan membaca doa-doa dan shalawat-shalawat yang
belum pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Di antara dalil- dalil
tersebut akan kami sebutkan satu persatu di bawah.
1. Hadits Anas bin Malik RA.
“Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika Rasulullah SAW bertemu dengan
laki-laki a’rabi (pedalaman) yang sedang berdoa dalam shalatnya dan
berkata: “Wahai Tuhan yang tidak terlihat oleh mata, tidak dipengaruhi
oleh keraguan, tidak dapat diterangjkan oleh para pembicara, tidak
diubah oleh perjalanan waktu dan tidak oleh malapetaka; Tukan yang
mengetahui timbangan gunung, takaran lautan, jumlah tetesan air luijan,
jumlah daun-daun pepohonan, jumlah segala apa yang ada di bawah
gelaapnya malam dan terangnya siang, satu langit dan satu bumi tidak
menghalanginya ke langit dan bumi yang lain, lautan tidak dapat
menyembunyikan dasarnya, gunung tidak dapat menyembunyikan isinya,
jadikanlah umur terbaikku akhimya, amal terbaikku pamungkasnya dan hari
terbaikku hari aku bertemu dengan-Mu.”
Setelah laki-laki a’rabi itu selesai berdoa, Nabi SAW memanggilnya dan
memberinya hadiah berupa emas dan beliau berkata kepada laki-laki itu:
“Aku memberimu emas itu karena pujianmu yang bagus kepada Allah ‘azza wa
jalla”.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al- Ausath (9447) dengan sanad yang jayyid.
Hadits ini menunjukkan bolehnya berdoa dengan doa yang belum pernah
diajarkan oleh Nabi Dalam hadits tersebut, Nabi tidak menegur si a’rabi
yang berdoa dengan susunannya sendiri, juga tidak berkata kepadanya:
“Mengapa kamu berdoa dengan doa yang belum pernah aku ajarkan?!”. Akan
tetapi Nabi SAW justru memujinya dan memberinya hadiah.
2. Hadits Abdullah bin Mas’ud
“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Apabila kalian bershalawat kepada
Rasulullah SAW, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus kepada beliau,
siapa tahu barangkali shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau.”
Mereka bertanya: “Ajari kami cara shalawat yang bagus kepada beliau.”
Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah jadikanlah segala shalawat, rahmat
dan berkah-Mu kepada sayyid para rasul, pemimpin orangorang yang
bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Muhammad hamba dan rasul-Mu,
pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah
anugerahilah beliau mcujam terpuji yang menjadi harapan orangorang
terdahulu dan orang-orang terkemudian.”
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Ibn Majah (906), Abdurrazzaq (3109),
Abu Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan
Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits ini juga
disebutkan oleh Ibn al-Qayyim -ideolog kedua faham Wahhabi- dalam
kitabnya Jala’ al-Afham (hal. 36 dan hal 72).
3. Hadits Ali bin Abi Thalib
عَنْ سَلاَمَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ رَضِِيَ
اللهُ عَنْهُ يُعَلّمُ النَّاسَ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِّيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : اَللَّهُمَّ دَاحِىَ الْمَدْحُوَّاتِ,
وَبَارِئَ الْمَسْمُوْكَاتِ, وَجَبَّارَ الْقُلُوْبِ عَلَى فِطْرَتِهَا
شَقِيِّهَا وَسَعِيْدِ هَا,اجْعَلْ شَرَائِفَ صَلَوَاتِكَ وَنَوَاميَ
بَرَكَاتِكَ وَرَأْفَةَ تَحَنُّنِكَ , عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِ كَ
وَرَسُوْلِكَ, الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ
وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ وَالدَّامِغِ لِجَيْشْاتِ اْلاَبَاطيِْ
كَمَا حُمِّلَ ,فَاضْطَلَعَ بِأَمْرِكَ بِطَاعَتِكَ ,مُسْتَوْفِزًا
فِى مَرْضَاتِكَ,بَغَيْرِ نَكْلٍ فِى قَدَمٍ وَلاَوَهْيٍ فِى عَزْمٍ
,وَاعِيًا لِوَحْيِكَ ,حَافِظًا لِعَهْدِ كَ ,مَاضِيًّا عَلَى نَفَاذِ
أَمْرِكَ ,حَتَّى أَوْرَ ى قَبَسًا لِقَابِسٍ , آلا ءَ اللهِ تَصِلُ بِهِ
أَسْبَابَهُ ,بِهِ هُدِيَتِ اْلقُلُوْبُ بَعْدَ حَوْضاتِ الْفِتَنِ
وَاْلاِثْمِ ,وَأَبْهَجَ مُوْ ضِحَاتِ اْلاَعْلاَمِ وَنَائِرَاتِ
اْلاَحْكاَمِ وَمُنِيْرَاتِ اْلاِسْلاَمِ,فَهُوَ أَمِيْنُكَ الْمَأْمُوْنُ
وَخَازِنُ عِلْمِكَ الْمَخْزُوْنِ وَشَهِيْدُكَ يَوْمَ الدِّيْنِ
وَبَعِيْثُكَ نِعْمَةً وَرَسُوْلُكَ بِالْحَقِّ رَحْمَةً.َ اَللَّهُمَّ
افْسَحْ لَهُ فِى عَدْنِكَ وَاجْزِهِ مُضَا عَفَاتِ الْخَيْرِ مِنْ
فَضْلِكَ لَهُ مُهَنّئَاتٍ غَيْرَ مُكَدَّرَاتٍ مِنْ فَوْزِ ثَوَابِكَ
الْمَحْلٌوْلِ وَجَزِيْلِ عَطَائِكَ الْمَعْلُوْلِ . اَللَّهُمَّ أَعْلِ
عَلَى بِنَاءِ النَّاسِّ بِنَاءَهُ وَأَكْرِمْ مَثْوَاهُ لَدَيْكَ
وَنُزُلَهُ وَأَتْمِمْ لَهُ نُوْرَهُ وَاجْزِهِ مِنِ ابْتِعَاثِكَ لَهُ
مَقْبُوْلَ الشَّهَادَةِ وَمَرْضِيَّ اْلمَقَالةِ ذَا مَنْطِقٍ عَدْلٍ
وَخُطَّةٍ فَصْلٍ وَبُرْهَانٍ عَظِيْمٍ
“ Salamah al Kindi berkata,” Ali bin Abi Thalib r.a mengajarkan kami cara vershalawat kepada Nabi SAW
dengan berkata:” Ya Alloh, pencipta bumi yang menghampar, pencipta
langit yang tingi, dan penuntun hati yang celaka dan yang bahagia pada
ketetapanya, jadikanlah shalawat –Mu yang mulia, berkah-Mu yang tidak
terbatas dan kasih saying-Mu yang lebut pada Muhammad hamba dan
utusan-Mu, pembuka segala hal yang tertutup, pamungkas yang terdahulu,
penolong agama yang benar dengan kebenaran,dan penkluk bala tentara
kebatilan seperti yang dibebankan padanya, sehingga ia bangkit membawa
perintah-Mu dengan tunduk kepada-Mu, siap menjalankan ridha-Mu, tanpa
gentar dalam semangat dan tanpa kelemahan dalam kemauan, sang penjaga
wahyu-Mu, pemelihara janji-Mu, dan pelaksana perintah-Mu sehingga ia
nyalakan cahaya kebenaran pada yang mencarinya, jalan – jalan nikmat
Alloh terus mengalir pada ahlinya dengan Muhammad hati yang tersesat
memperoleh petunjuk setelah menyelami kekufuran dan kemaksiatan, ia (
Muhammad ) telah memperindah rambu – rambu yang terang, hukum – hukum
yang bercahaya, dan cahaya – cahaya Islam yang menerangi, dialah (
Muhammad )orang yang jujur yang dipercayai oleh-Mu dan penyimpan ilmu-Mu
yang tersembunyi, saksi-Mu di hari kiamat, utusan-Mu yang membawa
nikmat, rasul-Mu yang membawa rahmat dengan kebenaran. Ya Alloh,
luaskanlah surga-Mu baginya, balaslah dengan kebaikan yang berlipat
ganda dari anugerah-Mu baginya, yaitu kelipatan yang mudah dan bersih,
dari pahala-Mu yang dpat diraih dan anugerah-Mu yang agung dan tidak
pernah terputus . Ya Alloh, berilah ia derajat tertinggi diantara
manusia, muliakanlah tempat tinggal dan jamuannya di surga-Mu,
sempurnakanlah cahayanya, balaslah jasanya sebagai utusan-Mu dengan
kesaksian yang diterima, ucapan yang diridhai, pemilik ucapan yang
lurus, jalan pemisah antara yang benar dan yang bathil dan hujjah yang
kuat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur, Ibn Jarir (224- 310
H/839-923 M) dalam Tahdzib alAtsar, Ibn Abi Ashim, Ya’qub bin Syaibah
dalam Akhbar ‘Ali, Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (29520),
al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (9089) dan lain-lain. Hadits ini
juga dikutip oleh ahli hadits sesudah mereka seperti al-Hafizh al- Qadhi
Iyadh dalam al-Syifa, al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al- Badi’, Ibn
Hajar al-Haitami dalam al-Durr al-Mandhud, al-Hafizh al- Ghummari dalam
Itqan alShan’ah dan lain-lain. Menunit al-Hafizh Ibn Katsir, redaksi
shalawat ini popular dari Ali bin Abi Thalib.
4. Hadits Abdullah bin Abbas
Lebih dari itu, ada beberapa shahabat yang membuat shalawat tersendiri
untuk Rasululloh SAW. Diantaranya adalah shahabat Abdullah bin Abbas
seperti yang disebutkan pada hadits berikut ini:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ كَانَ اِذَا صَلَّى
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ : اَللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍ الْكُبْرَى وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ الْعُلْيَا
وَأَعْطِهِ سُؤَلَهُ فِى اْلاَخِرَةِ وَاْلاُوْلَى كَمَا اَتَيْتَ
اِبْرَاهَيْمَ وَمُوْسَى
“ Ibn Abas r.a apabila membaca shalawat kepada Nabi SAW beliau berkata,”
Ya Alloh kabulkanlah syafaat Muhammad yang agung, tinggikanlah
derajatnya yang luhur, dan berilah permohonanya di dunia dan akhirat
sebagaimana Engkau kabulkan permohonan Ibrahim dan Musa” Hadits ini
diriwayatkan oleh Abd bin Humaid dalam al-Musnad, Abdurrazzaq dalam
al-Mushannaf (3104) dan Ismail al-Qadhi dalam Fahdl al-Shalat ‘Ala
al-Nabiy (hal 52). Hadits ini juga disebutkan oleh Ibn al-Qayyim dalam
Jala’ alAfham (hal 76). Al-Hafizh al- Sakhawi mengatakan dalam alQaul
al-Badi’ (hal. 46), sanad hadits ini jayyid, ku at dan shahih.
5. Shalawat al-Hasan al-Bashri
Al-Hasan al-Bashri, ulama generasi tabi’in terkemuka mengatakan:
“Barangsiapa berkeinginan minum dengan gelas yang sempuma dari telaga
Nabi maka bacalah:
“Ya Allah curahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada
keluarganya, sahabatnya, anak-anaknya, istri-istrinya, keturunannya,
ahli baitnya, keluarga istri-istrinya, para penolongnya, pendukungnya,
kekasihnya dan umatnya dan kepada kami bersama mereka semuanya ya
arhamarrahimin.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Qadhi Iyadh dalam al Syifa dan al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’ (hal. 47).
6. Shalawat al-Imam al-Syafi’i
Abdullah bin al-Hakam berkata: “Aku bermimpi bertemu al-Imam al- Syafi’i
setelah beliau meninggal. Aku bertanya: “Bagaimana perlakuan Allah
kepadamu?” Beliau menjawab: “Allah mengasihiku dan mengampuniku. Lalu
aku bertanya kepada Allah: “Dengan apa aku memperoleh derajat ini?” Lalu
ada orang yang menjawab: “Dengan shalawat yang kamu tulis dalam kitab
al-Risalah:
“Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada Muhammad sejumlah ingatan
orang-orang yang berdzikir kepada-Nya dan sejumlah kelalaian orang-orang
yang lalai kepada-Nya”.
Abdullah bin al-Hakam berkata: “Pagi harinya aku lihat kitab al Risalah,
ternyata shalawat di dalamnya sama dengan yang aku lihat dalam
mimpiku.”
Kisah ini diriwayatkan oleh banyak ulama seperti Ibn al-Qayyim dalam
Jala’ alAjham (hal. 230), al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi’
(haL 254) dan lain-lain.
Hadits-hadits di atas, dan ratusan riwayat lain dari ulama salaf dan
ahli hadits yang tidak disebutkan di sini, dapat mengantarkan kita pada
beberapa kesimpulan di antaranya:
Pertama, dalam Islam tidak ada ajaran yang mengajak meninggalkan
shalawat-shalawat atau doa-doa yang disusun oleh para ulama dan auliya.
Seperti Dalail al-Khairat, Shalawat al-Fatih, Munjiyat, Nariyah, Thibbul
Qulub, Badar dan lain-kin. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam menganjurkan
untuk mengamalkan shalawat-shalawat dan doa-doa yang disusun oleh para
ulama dan auliya. Sejak generasi sahabat Nabi SAW kita dianjurkan untuk
menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, sebagai tanda kecintaan dan
ekspresi keta’zhiman kita kepada beliau. Mereka juga mengajarkan kita
cara menyusun shalawat yang baik kepada Nabi SAW, seperti shalawat yang
disusun oleh Sayidina Ali, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan ulama-ulama
sesudahnya. Dari sekian banyak shalawat yang disusun oleh mereka,
lahirlah karya-karya khusus dalam shalawat vang ditulis oleh para hafizh
dari kalangan ahli hadits seperti Fadhl al-Shalat ‘aha. al-Nabi karya
al-Imam Ismail bin Ishaq al- Qadhi, Jala’ al-Ajham karya Ibn al-Qayyim,
al-Qahl al-Badi’ karya al-Hafizh al-Sakhawi dan ratusan karya shalawat
lainnya.
Dengan demikian, ajakan Wahhabi agar meninggalkan shalawat dan doa yang
disusun oleh para ulama dan auliya, termasuk bid’ah madzmumah yang
berangkat dari paradigma Wahhabi yang anti bid’ad hasanah, serta
bertentangan dengan Sunnah Rasul yang membolehkan dan memuji doa-doa
yang disusun oleh para sahabatnya.
Kedua, di antara susunan shalawat yang baik adalah bacaan shalawat yang disertai dengan pujian kepada Nabi SAW.
Seperti yang dicontohkan dalam shalawat Sayidina Ali bin Abi Thalib
dengan menyertakan nama-nama dan sifat-sifat Nabi yang terpuji seperti,
‘alfatih lima ughliq, aldafi’ lijaysyat alabathil, al-khatim lima sabaq’
dan lain-lain. Oleh karena itu, Shalawat al-Fatih dan lain-lain yang
mengandung pujian kepada Nabi SAW dengan kalimat ‘alfatih lima ughliq,
al-khatim lima sabaq, thibbil qulub wa dawaiha’ dan lain-lain termasuk
mengikuti Sunnah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diakui sebagai salah
satu Khulafaur Rasyidin oleh kaum Muslimin. Rasulullah sendiri
memerintahkan kita agar mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin sebagaimana
juga diakui oleh al-’Utsaimin (Ulama Wahabi) dalam Syarh al-’Aqidah al-
Wasithiyyah (hal. 639).
Ketiga, hadits-hadits di atas, dapat mengantarkan kita pada
kesimpulan bahwa para sahabat telah terbiasa menyusun doa-doa dan bacaan
shalawat kepada Nabi.
Hal ini kemudian diteladani oleh para ulama salaf yang saleh dari
kalangan ahli hadits hingga dewasa ini. Lalu bagaimana dengan pernyataan
Ustadz Mahrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai NU Menggugat Sholaunt &
Dzikir Syirik (hal. 91) berikut ini:
“Para sahabat yang fasih berbahasa Arab, lihai berbicara bahasa Arab dan
ahli sastra bahasa Arab pun tidak mau membuat dan mereka-reka sendiri
kalimat atau bacaan sholawat untuk Rasulullah Padahal bila mereka mau,
tentunya mereka akan dengan mudah sekali membuat bacaan tersebut”
http://laskar-sunnah.blogspot.com/2013/05/kebolehan-aneka-redaksi-shalawat-nabi.html
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Kebolehan Redaksi Shalawat Para Sahabat Nabi dan Para Ulama
Ditulis oleh Administrator
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://mediaislam-com.blogspot.com/2013/09/kebolehan-redaksi-shalawat-para-sahabat.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Administrator
Rating Blog 5 dari 5
5 komentar:
subhanallah. hanya Allah yang Maha Suci. Mohon maaf, saya tidak sependapat jika Ibnul Qayyim dikatakan ideolog kedua faham wahabi, karena: 1). Beliau salah satu Imam besar yang bermadzhab Syafii, sama dengan imam ibnu katsir, yang keduanya juga murid ibnu Taimiyah. 2). lahir dan kemunculannya sebagai imam besar jauh sebelum Muhammad bin Abdul Wahab lahir --jika yang dimaksudkan, faham wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab.
Lalu apa pendapat antum tentang lafadz sholawat yg disusun sahabat maupun ulama?....
Boleh apa tidak untuk diamalkan atau di baca?
Lafaz Solawat yg disusun oleh sSahabat dan ulama bole diamalkan
Lafaz Solawat yg disusun oleh sSahabat dan ulama bole diamalkan
Bgaikana kalo solawat itu di ganti dengan nama lain
Posting Komentar